Minggu, 14 April 2013

NEGOISASI DAN KOMUNIKASI



BAB I
PENDAHULUAN

     Seorang manajer pendidikan tentu tidak dapat melepaskan keterkaitannya dengan pihak-pihak yang turut bertanggung jawab terhadap pendidikan yaitu keluarga, masyarakat, sekolah, dan pemerintah. Untuk mendapatkan dukungan pihak lain dalam mengelolah sekolah, manajer sekolah harus melakukan negoisasi , manajer pendidikan perlu bernegoisasi untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah bersama dengan prinsip saling menguntungkan atau win-win solution, terutama ketika rapat negoisasi dengan stakeholders pendidikan.
            Komunikasi merupakan kegiatan yang sangat penting dalam bernegoisasi. Hasil penelitian seorang pakar komunikasi menyimpulkan bahwa sekitar 75% - 90% waktu kerja digunakan pemimpin atau manajer untuk berkomunikasi. Jika dua orang atau lebih bekerja sama maka perlu adanya komunikasi antar mereka. Makin baik komunikasi, makin baik pula kemungkinan kerja sama mereka. Komunikasi yang efektif menuntut rasa saling menghormati, percaya, terbuka, dan tanggung jawab. Manajer menyampaikan semua fungsi manajemen dan tugas manajemen melalui saluran komunikasi . Leader atau manajer melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan, semuanya melalui komunikasi kepada bawahan. Demikian juga dengan pemberian tugas-tugas seperti administrasi : peserta didik, tenaga pendidik, dan tenaga kependidikan, keuangan, sarana dan prasarana, hubungan sekolah dan masyarakat , dan layanan-layanan khusus juga dilakukan dengan komunikasi.



BAB II
PEMBAHASAN

       A.  Negosiasi
                 1.  Pengertian Negosiasi
     Colquitt dalam bukunya Organizational Behavior menerangkan “Negotiations is a process in which two or more interdependent individuals discuss and attempt to come to an agreement about their different preferences”( Negosiasi adalah proses di mana dua atau lebih individu saling tergantung membahas dan mencoba untuk mencapai kesepakatan tentang preferensi yang berbeda).[1] Sementara itu Phil Baguley dalam bukunya Teach Yourself Negotiating menjelaskan negosiasi adalah suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang. Begitu juga Robbins menjelaskan bahwa Negosiasi adalah sebuah proses dimana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran barang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya.[2] 
 Sehingga dapat disimpulkan bahwa negosiasi adalah ialah proses interaksi dua pihak atau lebih yang masing-masing mempunyai tujuan berbeda, tetapi mereka berusaha melalui argumentasi dan persuasi untuk mencapai perjanjian secara kooperatif atau kompetitif.
    Berdasarkan beberapa definisi negosiasi di atas, dapat disimpulkan bahwa negosiasi ialah proses perundingan dua pihak atau lebih untuk mendapatkan kesepakatan.




2.  Karakteristik Negosiasi
      Negosiasi memiliki sejumlah karakteristik utama, yaitu:
·           Senantiasa melibatkan orang – baik sebagai individual, perwakilan organisasi atau perusahaan, sendiri atau dalam kelompok.
·           Memiliki ancaman terjadinya atau di dalamnya mengandung konflik yang terjadi mulai dari awal sampai terjadi kesepakatan dalam akhir negosiasi.
·           Menggunakan cara-cara pertukaran sesuatu –baik berupa tawar menawar (bargain) maupun tukar menukar (barter).
·           Hampir selalu berbentuk tatap-muka –yang menggunakan bahasa lisan, gerak tubuh maupun ekspresi wajah/
·           Negosiasi biasanya menyangkut hal-hal di masa depan atau sesuatu yang belum terjadi dan kita inginkan terjadi.
·           Ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil oleh kedua belah pihak, meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah pihak sepakat untuk tidak sepakat.
3. Macam-macam Negosiasi
     Negosiasi dapat terjadi dalam empat keadaan : (1) saya kalah, anda kalah; (2) saya menang, anda kalah; (3) saya kalah, anda menang, dan (4) saya menang, anda menang. Kejadian nomor empat merupakan hasil negosiasi terbaik. Dari keempat keadaan tersebut dapat kita terik dua macam kesimpulan, yaitu (1) kompetitif atau ditributif, yaitu suatu negosiasi yang menghasilkan ada pihak yang kalah dan ada pihak yang menang; (2) kooperatif atau integratif, yaitu negosiasi yang menghasilkan kemenangan (keuntungan) untuk pihak-pihak yang bernegosiasi.
     Berikut ini kami tampilkan perbedaan antara negosiasi kompetitif dan kooperatif.







Tabel Perbedaan Negosiasi Kompetitif dan Kooperatif
No.
Negosiasi Kompetitif
Negosiasi Kooperatif
1.

2. 
3.
4.   
Ada pihak yang kalah ( ada pihak yang dirugikan
Minat kedua pihak bertentangan  Strategi pemaksaan kehendak
Individualistis
Semua pihak menang, ( saling menguntungkan)
Minat kedua pihak ada kesamaan
Strategi saling menghargai kehendak
Kerja sama

a.     Negosiasi Menang- Kalah ( Win Lose )
            Pandangan klasik menyatakan bahwa negosiasi terjadi dalam bentuk sebuah permainan yang nilai totalnya adalah nol                       (zero sum game). Artinya, apapun yang terjadi dalam negosiasi pastilah salah satu pihak akan menang. Sedangkan pihak yang lainnya kalah. Disini, terdapat asumsi bahwa sumber daya yang tersedia terbatas, dan proses negosiasi adalah mekanisme untuk menentukan  siapa yang akan menerima sumber daya tersebut. Ini juga dikenal sebagai negosiasi distributif. Istilah ini mengacu pada proses membagi , atau “mendistribusikan”, sumber daya yang terbatas. Pendekatan menang kalah sering kali mewarnai sejumlah situasi negosiasi.
            Dalam organisasi, negosiasi menang-kalah cukup umum. Hal ini mewarnai sebagian proses tawar menawar material pabrik, seperti pembelian perlengkapan atau produksi bahan mentah. Negoisasi menang-kalah dapat dilihat di universitas dimana setiap fakultas berusaha menegosiasikan anggaran yang terbaik untuk dirinya sendiri, tentunya dengan mengorbankan anggaran fakultas lainnya. Sering kali terjadi, contoh yang paling bervariasi dari negosiasi distributif dalam organisasi adalah kasus-kasus yang terjadi antara tenaga kerja dan manajemen. Masalah-masalah yang berkaitan dengan gaji, keuntungan, situasi kerja, dan hal-hal terkait lainya dilihat sebagai sebuah konflik atas sumber daya yang terbatas

b.     Negoisasi Menang-Menang ( Win-Win)
     Pendekatan yang sama-sama menguntungkan, atau pendekatan integratif, dalam bernegoisasi memberikan cara pandang yang berbeda dalam proses negoisasi. Tidak seperti orientasi total yang sama dengan nol dalam pendekatan menang-kalah, negoisasi menang-menang adalah pendekatan penjumlahan positif. Situasi-situasi penjumlahan positif adalah pendekatan dimana setiap pihak mendapatkan keuntungan tanpa harus merugikan pihak lain. Ini tidak berarti bahwa setiap orang mendapatkan semua yang mereka inginkan, karena ini jarang terjadi. Tapi ini berarti bahwa sebuah kesepakatan yang dicapai membuat semua pihak yang terlibat berada dalam posisi yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.

4. Langkah – lengkah Negosiasi
     Langkah-langkah untuk mendapatkan kesepakatan dalam bernegosiasi menurut Mills (1995) adalah RESPECT yang urainnya seperti ditunjukan pada Tabel  berikut.

No.
Langkah
Kegiatan
1.
 R (Ready) = menyiapkan diri
(1)  Mengembangkan alternatif terbaik
      untuk disepakati dalam bernegosiasi
(2)  Mengidentifikasi kepentingan sendiri
(3)  Mengidentifikasi kepentingan pihak lain
(4)  Mendaftar, mengingat, menilai isu-
      isunya  
(5)  Mengadakan konsultasi dengan pihak lain
(6)  Menetukan batas wewenang dan agenda
      kerja
(7)  Menentukan tawaran pertama
(8)  Memilih anggota tim, waktu, dan tempat
      bernegosiasi
(9)  Merencanakan dan memilih taktik yang tepat


2.
E (Explore) = Menjajaki kebutuhan satu sama lain
(1)  Mengomunikasikan posisi diri dan lawan
(2)  Mengajukan pertanyaan tertutup dan tidak
      destruktif
(3)  Merefleksikan perasaan pihak lain
(4)  Menciptakan iklim nonverbal yang positif dan
      terbuka
(5)  Mengungkapkan pembicaraan secara jelas dan
      percaya diri dengan bahasa yang asertif
3.
S (Signal) = mengisyaratkan untuk melangkah
(1)  Menjadi pendengar yang baik
(2)  Membalas isyarat yang diterima
(3)  Mengulangi isyaratyang tidak lengkap

4.
P (Probe) = mencermati usulan –usulan
(1)  Menggunakan usulan penentuan prioritas
(2)  Mengemukakan persyaratan diri sendiri
(3)  Menghindari dan penolakan usul
(4)  Mengemas usulan agar dapat diterima


5.

E (Exchange) = mempertukarkan konsensi

(1)  Menegaskan isu-isu secara menyeluruh
(2)  Melakukan penawaran tinggi untuk “menjual” dan
      penawaran rendah untuk “membeli” secara  
      realistis.
(3)  Menghindari konsensi besar lebih dahulu, namun
      mendukung semua konsensi dengan alasan yang
      tepat
(4)  Mengubah isu jika ditemui jalan buntu.
6.
C (Close) = menutup transaksi
(1)  Menentukan waktu dan titik batas terjadinya tawar
      menawar
(2)  Mempertimbangkan penggantian negosiator atau
      menggunakan mediator jika terjadi kebuntuan
(3)  Melakukan verifikasi terhadap yang sudah
      disepakati.
(4)  Menuangkan perjanjian tertulis.
7.
T (Tie Up) = mengikat ujung-ujung
(1)  Memperkirakan perbedaan di masa yang akan
     datang
(2)  Meninjau hasil


5.  Taktik-Taktik Negoisasi
     Agar dapat mencapai hasil-hasil menang-menang atau menang-kalah, para manajer yang menjadi negosiator dapat menerapkan  beberapa taktik negosiasi.[3] Beberapa taktik yang paling sering digunakan dibahas dibawah ini.
1. Tim orang baik/orang jahat ( good guy/bad guy). Setiap orang yang telah membaca cerita atau menyaksikan film  detektif di televisi tentu sangat sering melihat taktik ini. Anggota tim yang berperan sebagai orang jahat akan mengajukan tawaran-tawaran yang ekstrem ( yang sulit dan hampir tidak masuk akal) kepada pihak lawan sehingga apapun yang dikatakan oleh anggota tim yang ‘baik hati’ akan cenderung diterima oleh pihak lawan ( tetapi kita tahu bahwa ini hanyalah sebuah trik. ‘Orang jahat’ dan ‘orang baik’ itu bekerja sama untuk mencari konsesi yang paling baik).
2. The Nibble. Taktik ini melibatkan dicarinya kesepakatan tambahan sesudah terjadinya persetujuan antara pihak-pihak  yang terlibat ( mirip dengan pepatah ‘sedikit-sedikit lama menjadi bukit’). Sebagai contoh,seorang mahasiswa meminta ‘tambahan nilai’ untuk hasil ujiannya. Profesornya menyetujui dan menambahkan nilai si mahasiswa sebanyak tiga angka, dan setelah kesepakatan  dicapai, mahasiswa itu meminta nilainya ditambah ‘sedikit lagi’. Inilah the nibble
3. Pemecahan masalah bersama-sama (joint problem solving). Seorang manajer tidak boleh mengasumsikan bahwa dengan semakin banyaknya kemenangan yang didapatkan satu pihak, semakin banyak pula kekalahan yang diderita pihak yang lain. Alternatif-laternatif lainnya munkin saja belum muncul. Sebagai contoh, dalam upayanya mengurangi panggilan masuk ke departemensebuah perusahaan penghasil peranti lunak komputer, mungkin saja perancang situs perusahan tersebut dapat menambahkan halaman berisi jumlah daftarpertanyaan yang sering diajukan pada situs perusahaan tersebut. Ini akan menurunkan jumlah panggilan masuk dan karenanya akan mengurangi konflik yang terjadi antara departemen pelayanan dan departemen perancang situs perusahaan.
4.  Kekuatan persaingan ( power of competition). Para negosiator ulung menggunakan persaingan untuk membuat lawan bicaranya berpikir bahwa mereka tidak dibutuhkan. Anggaplah Anda seorang manajer sebuah perusahan layanan komputer. Seorang manajer dari sebuah perusahan yang menggunakan jasa perusahan Anda suatu kali mengancam bahwa kelompokna akan membeli layanan komputer dari pesaing bila perusahan Anda tidak memenuhi permintaan pihaknya (seperti menurunkan harga atau mempercepat waktu produksi). Pertahanan paling efektif terhadap taktik ini adalah menjaga objektivitas Anda. Jangan terlalu cepat menuruti permintaan yang tidak masuk akal karena takut akan reaksi kelompok lain.
5. Menawarkan  jalan tengah (splitting the diffrence). Ini dapat menjadi teknik yang sangat berguna ketika dua kelompok menghadapi jalan buntu. Meski demikian, para manajer harus berhati-hati ketika kelompok lain terlalu cepat menawarkan suatu jalan tengah. Mungkin saja kelompok itu telah menerima lebih dari yang seharusnya.
5.  Meningkatkan Efektivitas Negoisasi
            Suatu model untuk meningkatkan efektivitas negoisasi ditemukan pada penelitian seorang praktisi manajemen berkebangsaan Belanda, Willem Mastenbroek. Walaupun model ini sangat komprehensif, fokus kuncinya terdapat pada empat aktivitas berikut.[4]
1. Memproleh hasil yang substansial. Ini mengacu pada aktivitas-aktivitas yang berfokus pada isi apa yang dinegoisasikan. Hasil-hasil yang diharapkan tidak akan dapat  tercapai apabila negosiasi-negosiasi tidak secara konstruksi difokuskan pada masalah yang sebenarnya. Proses pertukaran informasi mengenai tujuan-tujuan dan harapan setiap pihak dalam peroses adalah contoh jenis aktivitas ini.
2. Mempengaruhi keseimbangan kekuasaaan. Hasil akhir negosiasi-negosiasi hampir pasti terkait langsung dengan kekuasaan dan hubungan saling ketergantungan antara para negosiator. Tidak satu pun dari mereka berupaya meningkatkan kekuasaanya melalui dominasi, ataupun merespons penuh hormat setiap usaha yang dilakukan pihak lawan yang ditujukan untuk meningkatkan kekuasaan, mewakili cara yang paling efektif untuk dalam menghadapi isu kekuasaan. Membuat sedikit pergeseran kekuasaan melalui persuasi, fakta-fakta, dan keahlian hampir selalu lebih efektif.
3. Meningkatkan iklim yang konstruktiv. Ini terkait dengan aktivitas-aktivitas yang dirancang untuk memfasilitasi kemajuan, dengan cara meminimalkan kemungkinan ketegangan dan permasalahan antar pihak menjadi sesuatu yang menggangu. Aktivitas-aktivitas spesifik dapat mencakup aktivitas memperhatikan opini-opini pihak dengan hormat, dan menunjukan rasa humor. Berbeda pada sisi yang berlawanan mengenai sebuah masalah tidak berarti harus menunjukan sikap bermusuhan secara pribadi.

4. Mencapai fleksibilitas prosedur. Aktivitas-aktivitas ini memungkingkan  seorang negosiator meningkatkan efektivitas negosiasi melalui peningkatan jumlah dan jenis opsi yang disediakan dalam negoisasi. Semakin lama seorang negosiator menyediakan pilihan yang beragam, kemunkinan dicapainya hasil yang diharapkan juga semakin besar. Contoh-contoh yang ada mencakup secara bijaksana memilih posisi awal, mengatasi beberapa isu secara bersamaan, dan menyediakan sebanyak mungkin alternatif yang dapat dipilih.
6. Negosiasi menggunakan pihak ketiga
Negosiasi tidak selalu langsung terjadi antara dua pihak yang mengalami ketidak sepakatan, terkadang pihak ketiga dipanggil untuk terlibat dalam negosiasi antara pihak-pihak yang menghadapi jalan buntu. Salah satu tipologi menyebutkan setidaknya ada empat macam intervensi pihak ketiga yang mendasar. Diantaranya mediasi, arbitrase, konsiliasi dan konsultasi
7.  Meningkatkan Negoisasi
            Dalam beragam bentuknya negosiasi menjadi bagian tugas manajer yang semakin penting. Sebuah ulasan mengenai topik negosiasi oleh  Wall dan Blum menyimpulkan beberapa rekomendasi mengenai cara para manajer meningkatkan proses negoisasi. Mereka menyarankan beberapa hal berikut ini.[5]
1. Mulailah peroses perundingan dengan suasana yang positif mungkin dengan membentuk kesepakatan kecil dan kemudian ulangi kembali kesepakatan dengan pihak lawan.
2. Berkosentrasilah pada masalah-masalah yang dinegosiasikan dan pada faktor-faktor situsional yang ikut terlibat, bukan pada karakteristik lawan bicara kita.
3. Lihatlah alasan di balik penawaran yang diajukan lawan bicara dan cobalah tentukan strategi yang digunakan.
4. Jangan biarkan lawan menyadari besarnya tanggung jawab Anda dalam negosiasi lawan bisa saja memunculkan tawaran yang menyudutkan bila mereka mengetahui besarnya tanggung jawab yang Anda pikul.
5. Bila anda memliki kekuasaan dalam sebuah negosiasi, gunakanlah dengan permintaan-permintaan spesifik, ancaman ringan, dan persuasi untuk mengarahkan lawan bicara mencapai kesepakatan.
6. Terbukalah terhadap bantuan pihak ketiga.
7. Dalam bernegoisasi, cermati lingkungan negoisas dan waspadalah bahwa perilaku serta kekuatan lawan bicara dipengaruhi lingkungan negoisasi.
             









B.  Komunikasi Organisasi
     1.  Pengertian
Kata Komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” atau “common” dalam bahasa Inggris yang berarti sama, communico, commonicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip.[6]
Bernard Berelson dan Gary A. Steiner (1964:527) dalam Engkoswara dan Komariah, Aan (2010) mendefinisikan komunikasi, sebagai berikut: “Communication: transmission of information, ideas, emotions, skills, etc. by the uses of symbol …” (Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya dengan menggunakan simbol-simbol dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi).[7]
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005).[8] Dengan demikian komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.
Komunikasi Organisasi juga dapat didefinisikan sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.







                        Gambar Sistem Komunikasi Organisasi

Gambar di atas melukiskan konsep suatu sistem komunikasi organisasi. Garis yang putus-putus melukiskan gagasan bahwa hubungan-hubungan ditentukan secara alami; hubungan hubungan itu juga menunjukkan bahwa struktur suatu organisasi bersifat luwes dan mungkin berubah sebagai respons terhadap kekuatan-kekuatan lingkungan yang internal dan eksternal.
Bila sasaran komunikasi dapat diterapkan dalam suatu organisasi baik organisasi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun organisasi perusahaan, maka sasaran yang dituju pun akan beraneka ragam, tapi tujuan utamanya tentulah untuk mempersatukan individu-individu yang tergabung dalam organisasi tersebut
2.  Komponen Komunikasi

            Komponen dalam proses komunikasi antara lain (1) pengirim pesan (sender) atau komunikator dan materi (isi) pesan, (2) bahasa pesan (coding), (3) media, (4) mengartikan pesan (decoding),(5) penerima pesan (komunikan),(6) balikan (respons si penerima pesan), dan (7) gangguan yang menghambat komunikasi.
            Pengirim pesan adalah orang yang mempunyai satu paket ide untuk disampaikan kepada orang lain dengan harapan pesannya dapat dipahami oleh penerima pesan sesuai dengan yang dimaksud. Materi pesan dapat berupa informasi, ajakan, rencana kerja, pertanyaan, dan tanggapan.
            Bahasa pesan bertujuan untuk menyingkat pola pikir pengirim pesan ke bentuk bahasa, kode, atau lambang lainnya sehingga pesannya dapat dipahami orang lain. Biasanya leader atau manajer menyampaikan pesannya dalam bentuk kata-kata, gerakan anggota badan (bahasa tubuh). Tujuan penyampaian pesan ini adalah untuk mengajak, membujuk, mengubah sikap atau perilaku ke arah tujuan tertentu.
            Pemilihan media dipengaruhi isi pesan yang harus disampaikan, jumlah penerima pesan, situasi dan sebagainya. Media yang dapat digunakan antara lain telepon, radio, TV, mikrofon, memo, surat, komputer, internet, foto, papan pengumuman, pertemuan, lokakarya, seminar, rapat kerja, penerbitan, dan sebagainya. Setelah pesan diterima melalui indra, maka si penerima pesan harus dapat mengartikan bahasa isyarat sesuai dengan isi pesan yang dimaksud. Penerima pesan ialah orang yang dapat memahami pesan si pengirim walaupun dalam bentuk sandi tanpa mengurangi arti pesan yang dimaksudkan oleh si pengirim pesan.
            Balikan adalah isyarat atau tanggapan yang berisi kesan dari penerima pesan ke pengirim pesan dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Tanpa balikan seorang pengirim pesan tidak pernah mengetahui dengan pasti apakah pesannya dapat diteria sesuai dengan yang diharapkan. Balikan dapat disampaikan oleh penerima pesan dan atau orang lain bukan penerima pesan. Dalam umpan balik terjadi komunikasi dua arah. Komunikasi ini perlu terjadi untuk menghindari kesalahpahaman ( miscommunication) sehingga dapat diketahui bahwa si penerima pesan sudah benar-benar memahami pesan.
            Gangguan ialah hal-hal yang merintangi atau menghambat komunikasi dan merusak konsentrasi sehingga penerima pesan salah menafsirkannya. Gangguan bukan merupakan bagian dari peroses komunikasi, tetapi mempunyai pengaruh terhadap peroses komunikasi. Peroses komunikasi dapat digambarkan seperti berikut :






Gambar 1.1 Peroses dasar komunikasi
Proses komunikasi dua arah digambarkan seperti berikut ini.









Gambar 1.2 Proses komunikasi dua arah ( Kossen, 1993)


            Dari proses komunikasi dua arah tampak adanya interaksi dan partisipasi, baik dari pengirim pesan maupun penerima pesan. Interaksi dan partisipasi tersebut dapat terjadi berulang ulang melalui paraphrasing, cek persepsi, ungkapan perasaan, balika dari kedua pihak serta yang digambarkan pada Gambar 1.3.














Gambar 1.3 Interaksi pengirim dan penerima pesan

3.  Model-model  Komunikasi  Dalam  Organisasi

Dalam melakukan komunikasi organisasi, Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human Communication menguraikan adanya 3 (tiga) model dalam komunikasi:

1.   Model komunikasi linier (one-way communication), dalam model ini komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon yang diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya bersifat monolog.
2.   Model komunikasi interaksional. Sebagai kelanjutan dari model yang pertama, pada tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik. Komunikasi yang berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, dimana setiap partisipan memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
3.   Model komunikasi transaksional. Dalam model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan (relationship) antara dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan[9]

4.    Fungsi Komunikasi Organisasi
Sendjaja (1994) menyatakan fungsi komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:
·         Fungsi informatif. Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemprosesan informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya.
·         Fungsi regulatif. Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu: a. Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Juga memberi perintah atau intruksi supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya. b. Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
·         Fungsi persuasif. Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
·         Fungsi integratif. Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu: a. Saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (buletin, newsletter) dan laporan kemajuan organisasi. b. Saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar pribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.
5.    Proses Komunikasi Organisasi
a)     Komunikasi Internal
Pertukaran gagasan di antara para administrator dan karyawan dalam suatu perusahaan, dalam struktur lengkap yang khas disertai pertukaran gagasan secara horisontal dan vertikal di dalam perusahaan, sehingga pekerjaan dapat berjalan.
Upward communication
Downward communication
Interline communication
Horizontal communication


Empat dimensi komunikasi internal :
Ø  Downward communication, yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya.  Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah:
·         Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction)
·         Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale)
·         Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices)
·         Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
Ada 4 metode dalam penyampaian informasi kepada para pegawai menurut Level (1972):
  1. Metode tulisan
  2. Metode lisan
  3. Metode tulisan diikuti lisan
  4. Metode lisan diikuti tulisan
Ø  Upward communication
Yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya.  Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah:
·         Penyampaian informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan
·         Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan
·         Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan
·         Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
Komunikasi ke atas menjadi terlalu rumit dan menyita waktu dan mungkin hanya segelintir kecil manajer organisasi yang mengetahui bagaimana cara memperoleh informasi dari bawah. Sharma (1979) mengemukakan 4 alasan mengapa komunikasi ke atas terlihat amat sulit:
  • Kecenderungan bagi pegawai untuk menyembunyikan pikiran mereka
  • Perasaan bahwa atasan mereka tidak tertarik kepada masalah yang dialami pegawai
  • Kurangnya penghargaan bagi komunikasi ke atas yang dilakukan pegawai
  • Perasaan bahwa atasan tidak dapat dihubungi dan tidak tanggap pada apa yang disampaikan pegawai
Ø  Horizontal communication
Yaitu komunikasi yang berlangsung di antara para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara.  Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah:
·         Memperbaiki koordinasi tugas
·         Upaya pemecahan masalah
·         Saling berbagi informasi
·         Upaya pemecahan konflik
·         Membina hubungan melalui kegiatan bersama
Ø  Interline communication
Yaitu tindak komunikasi untuk berbagi informasi melewati batas-batas fungsional. Spesialis staf biasanya paling aktif dalam komunikasi lintas-saluran ini karena biasanya tanggung jawab mereka berhubungan dengan jabatan fungsional. Karena terdapat banyak komunikasi lintas-saluran yang dilakukan spesialis staf dan orang-orang lainnya yang perlu berhubungan dalam rantai-rantai perintah lain, diperlukan kebijakan organisasi untuk membimbing komunikasi lintas-saluran.

Ada dua kondisi yang harus dipenuhi dalam menggunakan komunikasi lintas-saluran:
  • Setiap pegawai yang ingin berkomunikasi melintas saluran harus meminta izin terlebih dahulu dari atasannya langsung
  • Setiap pegawai yang terlibat dalam komunikasi lintas-saluran harus memberitahukan hasil komunikasinya kepada atasannya
b)   Komunikasi Eksternal
Komunikasi antara pimpinan organisasi (perusahaan) dengan khalayak audience di luar organisasi.
Ø  Komunikasi dari organisasi kepada khalayak bersifat informatif ; majalah, press release/ media release, artikel surat kabar atau majalah, pidato, brosur, poster, konferensi pers, dll.
Ø  Komunikasi dari khalayak kepada organisasi, misalnya: lebih berupa kritik dan saran yang diberikan dari khalayak kepada organisasi
5.    Gaya Komunikasi
Dalam pengaplikasian organisasi akan ada hubungannya dengan gaya komunikasi yang dipakai setiap orang-orang yang terlibat. Gaya komunikasi didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu. Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula.  Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver).

Ada enam gaya komunikasi yang akan kita bahas, yaitu:
a)    The Controlling Style
Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain.  Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.
Pihak - pihak yang memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berharap pesan.  Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan.  Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka.  Para komunikator satu arah tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan yag berasal dari komunikator satu arah ini, tidak berusaha ‘menjual’ gagasan agar dibicarakan bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain apa yang dilakukannya.  The controlling style of communication ini sering dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak secara efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik.  Namun demkian, gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif sehingga menyebabkan orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif pula.

b)    The Equalitarian Style
Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan.  The equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way traffic of communication).
Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka.  Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal.  Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama.
Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja.  The equalitarian style ini akan memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks.  Gaya komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya tindak berbagi informasi di antara para anggota dalam suatu organisasi.
c)    The Structuring Style
Gaya komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi.  Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi tersebut.
Stogdill dan Coons dari The Bureau of Business Research of Ohio State University, menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka beri nama Struktur Inisiasi atau Initiating Structure.  Stogdill dan Coons menjelaskan mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
d)      The Dynamic style
Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented).  The dynamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga (salesmen atau saleswomen).
Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah mestimulasi atau merangsang pekerja/karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik.  Gaya komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang kritis tersebut.


e)    The Relinguishing Style
Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain.
Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.
f)     The Withdrawal Style
Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.
Dalam deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini”.  Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain.  Oleh karena itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi. Berikut ini adalah tabel mengenai gaya komunikasi.



Gaya Komunikasi
Komunikator
Maksud
Tujuan
The Controlling Style
Memberi perintah, butuh perhatian orang lain.
Mempersuasi orang lain.
Menggunakan kekuasaan dan wewenang.
The Equalitarian Style
Akrab, hangat.
Mestimulasi orang lain.
Menekankan pengertian bersama.
The Structuring Style
Objektif, tidak memihak.
Mensistemsasi lingkungan kerja, memantapkan struktur
Menegaskan ukuran, prosedur, aturan yang dipakai.
The Dynamic Style
Mengendalikan, agresif.
Menumbuhkan sikap untuk bertindak.
Ringkas dan singkat.
The Relinquishing Style
Bersedia menerima gagasan orang lain.
Mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
Mendukung pandangan orang lain.
The Withdrawal Style
Independen / berdiri sendiri.
Menghindari komunikasi.
Mengalihkan persoalan.






[1] Colquitt. (2011). Organizational Behavior. USA. McGraw-Hill. P.466
[2] Stephen p. Robbin & Timothy A.Judge, Perilaku Organisasi, (Jakarta : Salemba Empat, 2008), p,190
[3]  John M.Ivancevich, Robert Konopaske & Michael T. Matteson, perilaku dan manajemen organisasi, (Jakarta: Erlangga, 2006) p.61
[4]  John M.Ivancevich, Robert Konopaske & Michael T. Matteson, perilaku dan manajemen organisasi, (Jakarta: Erlangga, 2006) p.62
[5] John M.Ivancevich, Robert Konopaske & Michael T. Matteson, perilaku dan manajemen organisasi, (Jakarta: Erlangga, 2006) p.65
[6] Mulyana, Deddy. (2007). Ilmu Komunikasi, suatu pengantar. Jakarta: Rosda Karya
[7] Engkoswara. Komariah, Aan. (2010). Administrasi Pendidikan. Bandung. Alfabeta.
[8] Wiryanto, 2005,  Pengantar  Ilmu  Komunikasi,  Jakarta:  Gramedia Widiasarana  Indonesia
[9] Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication, New York : McGraw-Hill, ©1994

1 komentar:

  1. How to get to Borgata by Bus - JTM Hub
    The closest airport to 과천 출장샵 Borgata is Atlantic City (Nj) and 강릉 출장안마 at Exit 99 울산광역 출장안마 in Atlantic City. The cheapest way to get from 춘천 출장샵 Borgata to the casino 김해 출장마사지 costs only

    BalasHapus